Academia.eduAcademia.edu
Daya Tarik Pasar Dan Kinerja Pesaing Yang Berpengaruh Terhadap Kinerja Strategi Pemasaran Dan Keunggulan Bersaing Dalam Rangka Meningkatkan Kinerja Pemasaran (Suatu Survei Pada SPBU Bahan Bakar Berbasis Biodiesel di Pulau Jawa) PenulisBoyke Setiawan Soeratin S PenerbitUnpad BahasaIndonesia Hak CiptaUnpad Kata KunciCorporate Reputation, Customer Relationship, Customer Trust, customer value, Daya tarik pasar, keunggulan bersaing, kinerja pemasaran, kinerja pesaing, Service Delivery System, strategi pemasaran Pada satu sisi produksi biodiesel yang dijadikan bahan bakar khususnya alat trasportasi sangat bermanfaat bagi kebersihan emisi lingkungan, serta berdampak positif pada kondisi mesin kendaraan yang menggunakannya, sehingga pemanfaatan biodiesel untuk bahan bakar kendaraan bermotor dapat ditingkatkan dan didistribusikan melalui SPBU, yang akhirnya kinerja pemasaran bahan bakar biodiesel itu sendiri meningkat. Namun pada kenyataannnya kinerja pemasaran biodiesel yang dilihat dari beberapa SPBU relatif menurun, bahkan terdapat beberapa SPBU yang tidak lagi mendistribusikan bahan bakar biodiesel itu sendiri pada pemakai akhir atau industri, hal ini cenderung keunggulan bersaing bahan bakar biodiesel masih relatuf di bawah bahan bakar minyak yang lainnya. Ketidak unggulan bahan bakar biodiesel disinyalir karena perusahaan penghasil biodiesel kurang mampu merumuskan strategi pemasaran yang tepat yang diakibatkan oleh ketidak mampuan dalam merespon perubahan kondisi lingkungan eksternal dan internal perusahaan yang terepleksikan dalam daya tarik pasar dan kinerja pesaing. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh daya tarik pasar dan kinerja pesaing terhadap strategi pemasaran dan keunggulan bersaing, serta implikasinya terhadap kinerja pemasaran. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei deskriptif dan survei eksplanatori dengan unit analisis adalah SPBU yang ada di pulau Jawa dengan ukuran sampel 270 SPBU. Metode analisis yang digunakan adalah SEM. Berdasarkan hasil analisis, maka ditemukan bahwa daya tarik pasar kurang mendukung perusahaan penghasil biodiesel dalam melakukan aktivitas bisnisnya dan kinerja pesaing dapat diantisipasi oleh perusahaan penghasil bahan bakar biodiesel berbahan baku CPO. Perusahaan penghasil biodiesel mampu merumuskan strategi pemasaran dan mampu mencapai keunggulan bersaing bahan bakar biodesel berbahan baku CPO. Daya tarik pasar dan kinerja pesaing berpengaruh terhadap kinerja strategi pasar bahan bakar biodesel berbahan baku CPO baik secara simultan maupun parsial. Daya tarik pasar dan kinerja pesaing berpengaruh terhadap kinerja strategi bauran pemasaran bahan bakar biodesel berbahan baku CPO, baik secara simultan maupun parsial. Kinerja strategi pasar dan kinerja strategi bauran pemasaran berpengaruh terhadap keunggulan bersaing bahan bakar biodesel berbahan baku CPO, baik secara simultan maupun parsial. Kinerja strategi pasar, kinerja strategi bauran pemasaran, dan keunggulan bersaing berpengaruh terhadap kinerja pemasaran SPBU bahan bakar biodesel berbahan baku CPO, baik secara simultan maupun parsial. This survey investigated the influence of performance of customer relationship and service delivery system on customer value and it’s impacts on customer trust and corporate reputation. The most aspect of life will be changed quickly and unpredictible. The modern people in the world need supporting facilities for mobility communication and information access. According to that situation and condition, celluer indstry is the important infrastucture for facilitation the dinamic people need. The high competition in celluler industry give negative impact to operators e.g churn customer. In case, all operators give the product and service through developing the customer relationship for along time with the excellent delivery service system, so that will be produced superior value customer and strong customer trust and than finally, the best corporate reputation. The respondens is consist of celluler customers in Bandung. The result is dianalyzed by frequently distribution analyzed for describing the performance of customer relationship and service delivery system, and than by structural equation modelling for measuring the influence of customer relationship and service delivery system to corporate reputation through customer value anda customer trust. Finally, the customer ralationship influence corporate reputation significanly, but service delivery system did’nt give a better result. Untuk Keterangan Lebih Lanjut Silahkan Menghubungi : http://cisral.unpad.ac.id Pustaka Terkait Pengaruh Kerelasian Pelanggan Dan Sistim Penyampaian Jasa Terhadap Nilai Pelanggan Serta Dampaknya Pada Kepercayaan Pelanggan Dan Reputasi Perusahaan (Survey Terhadap Pelanggan Telepon Seluler Di Bandung) Pengaruh Strategi Pasar Produk Dan Penciptaan Nilai Terhadap Keunggulan Bersaing Serta Implikasinya Pada Citra Bank Dan Kinerja Pemasaran (Suatu Survey Pada Bank Perkreditan Rakyat Di Provinsi Jawa Barat) Pemasaran Kerelasian Pelanggan Dan Kolaborasi Pemasok Dalam Rangka Meningkatkan Sumber Daya Perusahaan Serta Implikasinya Terhadap Keunggulan Bersaing Dan Kinerja Pemasaran ( Suatu Survei Pada Ukm Komponen Otomotif Logam Di Pulau Jawa) Pengaruh Lingkungan Eksternal Dan Lingkungan Internal Terhadap Strategi Bersaing Dan Strategi Kemitraan Serta Dampaknya Pada Keunggulan Bersaing Dan Implikasinya Pada Kinerja Industri Kecil Dan Menengah Di Sumatra Barat Pengaruh Daya Tarik Pasar Dan Keunikan Sumber Daya Terhadap Strategi Bersaing Dan Kreasi Nilai Serta Implikasinya Pada Kinerja Bisnis (Studi Di Lingkungan Unit Bisnis Industri Strategis Berbasis Pertahanan Di Indonesia) Download: disertasi_boyke_daya_tarik_pasar_ind.pdf disertasi_boyke_daya_tarik_pasar_ingg.pdf Pustaka Terkait Pengaruh Kerelasian Pelanggan Dan Sistim Penyampaian Jasa Terhadap Nilai Pelanggan Serta Dampaknya Pada Kepercayaan Pelanggan Dan Reputasi Perusahaan (Survey Terhadap Pelanggan Telepon Seluler Di Bandung) Pengaruh Strategi Pasar Produk Dan Penciptaan Nilai Terhadap Keunggulan Bersaing Serta Implikasinya Pada Citra Bank Dan Kinerja Pemasaran (Suatu Survey Pada Bank Perkreditan Rakyat Di Provinsi Jawa Barat) Pemasaran Kerelasian Pelanggan Dan Kolaborasi Pemasok Dalam Rangka Meningkatkan Sumber Daya Perusahaan Serta Implikasinya Terhadap Keunggulan Bersaing Dan Kinerja Pemasaran ( Suatu Survei Pada Ukm Komponen Otomotif Logam Di Pulau Jawa) Pengaruh Lingkungan Eksternal Dan Lingkungan Internal Terhadap Strategi Bersaing Dan Strategi Kemitraan Serta Dampaknya Pada Keunggulan Bersaing Dan Implikasinya Pada Kinerja Industri Kecil Dan Menengah Di Sumatra Barat Pengaruh Daya Tarik Pasar Dan Keunikan Sumber Daya Terhadap Strategi Bersaing Dan Kreasi Nilai Serta Implikasinya Pada Kinerja Bisnis (Studi Di Lingkungan Unit Bisnis Industri Strategis Berbasis Pertahanan Di Indonesia) Informasi Untuk informasi lebih lanjut silakan hubungi kami menggunakan halaman kontak Dikelola oleh CISRAL dan dikembangkan oleh DCISTEM Universitas Padjadjaran Hak Cipta Peraturan Penggunaan Redaksi INDUSTRI BATIK, INDUSTRI KREATIF MENUJU INDONESIA Dewasa ini, industri kreatif tengah menjadi topik utama yang digemakan dalam dunia industri. Berbagai kebijakan dan program pemerintah dicanangkan dalam rangka mewujudkan industri kreatif Indonesia yang bertujuan untuk mengurangi angka pengangguran dan untuk perkembangan ekonomi Indonesia. Industri kreatif dipandang semakin penting dalam mendukung kesejahteraan dalam perekonomian, berbagai pihak berpendapat bahwa “kreativitas manusia adalah sumber daya ekonomi utama” dan bahwa “industri abad kedua puluh satu akan tergantung pada produksi pengetahuan melalui kreativitas dan inovasi”. Industri Kreatif dapat diartikan sebagai kumpulan aktivitas ekonomi yang terkait dengan penciptaan atau penggunaan pengetahuan dan informasi. Industri kreatif juga dikenal dengan nama lain Industri Budaya (terutama di Eropa) atau juga Ekonomi Kreatif . Kementerian Perdagangan Indonesia menyatakan bahwa Industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Dengan demikian, industri Batik Indonesia yang merupakan ikon khas budaya Indonesia di kancah internasional dan merupakan industri yang dikembangkan langsung oleh masyarakat juga termasuk pada industri kreatif.  Dalam hal ini industri Batik dapat dikategorikan dalam kelompok industri kreatif dengan katagori: 1.      Kerajinan: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi dan distribusi produk kerajinan antara lain barang kerajinan yang terbuat dari: batu berharga, aksesoris, pandai emas, perak, kayu, kaca, porselin, kain, marmer, kapur, dan besi. 2.       Desain: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis, interior, produk, industri, pengemasan, dan konsultasi identitas perusahaan. 3.      Desain Fashion: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan aksesorisnya, konsultansi lini produk fesyen, serta distribusi produk fesyen. Batik Indonesia secara historis berasal dari zaman nenek moyang yang dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar. Saat itu motif atau pola batik masih didominasi dengan bentuk binatang dan tanaman. Namun batik terus mengalami perkembangan, yaitu dari corak-corak lukisan binatang dan tanaman lambat laun beralih pada motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan sebagainya. Selanjutnya melalui penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini. kerajinan batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang hingga kerajaan berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah batik tulis sampai awal abad ke-XX , sedangkan batik cap baru dikenal setelah usai perang dunia kesatu atau sekitar tahun 1920. Kini batik sudah menjadi bagian pakaian tradisional Indonesia. Batik Indonesia juga merupakan produk unggul dalam negeri yang telah mengantarkan Indonesia ke kancah Internasional. Hal ini dapat dilihat dari penetapan UNESCO  bahwa Batik Indonesia, secara keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009. Penetapan UNESCO tersebut pastinya sangat mendukung terhadap perkembangan Industri batik di Indonesia, baik dalam negeri maupun ke luar negeri. Selain faktor tersebut, terdapat juga faktor lain yang menjadikan industri Batik Indonesia terus berkembang, yaitu kekhasan yang dimiliki batik dan juga karena batik termasuk pada kebutuhan primer manusia ( bahan pakaian).  Kekhasan batik terletak pada penggunaan motif-motifnya. Penggunaan motif ini menunjukkan asal batik diproduksi yang sekaligus mencerminkan kebudayaan daerah tersebut. Jenis dan corak batik tradisional tergolong amat banyak, namun corak dan variasinya sesuai dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah yang amat beragam. Khasanah budaya Bangsa Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisioanal dengan ciri kekhususannya sendiri. Batik sebagai Bahan pakaian merupakan kebutuhan dasar manusia di seluruh dunia. Ditambah lagi dengan kecendrungan manusia untuk selalu tampil indah  maka merupakan suatu kewajaran jika saat ini batik merupakan ikon khas Indonesia yang mampu  mendobrak pasar dunia dalam hal mode dan fashion. Dalam industri kreatif, Konsep pengembangan ekonomi kreatif oleh pemerintah telah mendapatkan respon positif di beberapa daerah di Indonesia. Inisiatif dari pemerintah daerah untuk membuat kebijakan yang mendukung rencana pengembangan ekonomi kreatif di daerahnya menjadi indikator bahwa daerah tengah berlomba dalam memunculkan karakteristik atau identitas lokal sebagai daya tarik daerahnya. Dengan pengelolaan yang baik terhadap warisan budaya dan kreativitas dari masyarakat maka proses pengembangan ekonomi kreatif di daerah akan berjalan dan berkontribusi terhadap peningkatan penerimaan daerahnya. Begitupula dalam hal pengembangan industri batik. Setiap daerah penghasil batik di Indonesia tengah berlomba-lomba dalam mengembangkan industri batiknya. Hampir setiap daerah di Indonesia saat ini memiliki batik dengan corak dan motifnya sendiri, saat ini batik seakan telah menjadi raja di kancah budaya dan industri Nasional yang pemasarannya terus melaju tidak hanya dalam negeri.  Cakupan industri batik pun semakin meluas, seiring dengan inovasi dan ide kreatif para pengarajin di daerah masing-masing yang selalu menginginkan hasil terbaik dari produksi batiknya. Dari warna yang awalnya hanya terdiri satu warna, kini sudah bisa kita dapati  batik dengan berbagai paduan warna yang menarik. Jika awalnya batik hanya berfungsi sebagai bahan pakaian saja, saat ini dapat kita temui batik juga dijadikan sebagai bahan tas,  penghias sepatu dan  berbagai macam aksesoris lainnya. Perkembangan industri Batik Indonesia yang cukup pesat ini merupakan suatu lapangan pekerjaan yang telah banyak menyerap tenaga kerja. Perlu diketahui bersama bahwasanya para pengrajin batik ini tidak hanya didominasi oleh mereka yang sudah dewasa ataupun lansia. Saat ini para pengarjin batik juga didominasi oleh mereka yang notabene-nya masih remaja.  Sebuah contoh, di sebuah kota kecil di Pulau Madura, yaitu Kota Pamekasan yang telah ditetapkan sebagai Kota Batik pada tahun 2008, terdapat sebuah kampung (Banyumas, Desa Klampar  Kecamatan Proppo- Pamekasan) yang merupakan perkampungan pengrajin batik.  Hampir seluruh masyarakat di kampung itu adalah pengrajin batik.  Di kampung itu industri batik masih tergolong home industry, jika kita berkunjung ke tempat itu akan kita temui setiap rumah memproduksi batik. Bagi masyarakat di kampung itu, membatik adalah sumber penghidupan mereka. Merupakan fenomena yang unik dan inspiratif ketika para remaja di daerah tersebut juga membatik dan biasanya hasil batik dari para remajalah yang menjadi acuan bagi para pengarajin lainnya yang lebih dewasa dari mereka. Hal ini dikarenakan, batik hasil dari para remaja memiliki motif dan warna yang lebih inovatif.  Perlu kita ketahui sebagian besar para remaja di daerah tersebut adalah remaja yang putus sekolah. Tentunya hal ini dikarenakan tempat yang bisa dibilang pedalaman dan juga karena keadan ekonomi. Di sinilah letak peranan industri batik sebagai industri kreatif yang mampu menyerap tenaga kerja dari para remaja yang pendidikannya terputus tersebut yang juga menjadi mediasi kreasi dan keahlian mereka.  Dengan demikian, para remaja dapat menjadi insan produktif yang dapat menghasilkan barang dan jasa guna kemajuan dan kesejahteraan ekonomi Indonesia. Tidak hanya itu saja, tapi industri batik sebagai industri kreatif juga merupakan wahana kreasi dan inovasi bagi para pengrajin batik dalam rangka meningkatkan nilai jual Batik Indonesia baik itu di dalam negeri maupun di luar negeri.  http://www.bankmandiri.co.id/ "Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari http://www.bankmandiri.co.id dalam rangka memperingati HUT Bank Mandiri ke-14. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan jiplakan.“ tag  <Lomba Blog HUT Bank Mandiri> Diposkan oleh fylosof abad 21 di 00.53 Dalam perkembangan tahapan industrialisasi global, sejatinya saat ini dunia tengah memasuki era industri gelombang keempat, industri ekonomi kreatif (creative economic industry), usaha industri ekonomi kreatif diprediksi akan menjadi industri masa depan sebagai fourth wave industry (industri gelombang keempat). Industri gelombang keempat sangat menekankan pada gagasan dan ide kreatif, dengan intensifitas informasi dan kreativitas, mengandalkan ide dan stock of knowledge dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. (The Creative Economy Howkins, 2001) Bagi ekonomi Indonesia, momentum perkembangan industrialisasi gelombang keempat tersebut, sarat dengan peluang yang dapat dimanfaatkan bagi peningkatan kejayaan ekonomi Indonesia, mengingat Indonesia dianugerahi beragam kekayaan potensi ekonomi kreatif berbasis seni/budaya khas dan unik. Pengembangan ekonomi kreatif bagi Indonesia, setidaknya memiliki dua manfaat sekaligus, yakni leverage pertumbuhan ekonomi yang pro rakyat dan sekaligus penguatan identitas kultural bangsa yang dapat mempertegas dan memperkaya identitas nasional. Pengembangan ekonomi kreatif juga sejalan dengan arah pembangunan ekonomi kerakyatan, dengan mengedepankan peran nyata koperasi dan UKM berprinsip berkeadilan dan bermartabat, sehingga pertumbuhan dan stabilitas ekonomi dapat dinikmati secara lebih merata oleh seluruh komponen masyarakat (inklusif growth). Pengembangan ekonomi batik, sebagai salah satu dari 14 komponen ekonomi kreatif, seyogyanya perlu terus ditingkatkan, mengingat trend dan prospek pasar batik yang sangat menjanjikan. Ekonomi batik juga telah berkontribusi menggerakkan ekonomi nasional dengan nilai ekspor sebesar 69 juta dollar AS. Disamping itu sebesar 99,39% dari 55.912 unit usaha yang bergerak di dalam industri batik adalah Usaha Mikro dan Kecil, dengan konsumen batik dalam negeri lebih dari 72,86 juta orang. Saat ini penyerapan tenaga kerja industri batik sekitar 3,5 juta orang yang menyebar di berbagai wilayah, tentunya hal ini sangat signifikan dalam memberi kontribusi penciptaan lapangan kerja dan peningkatan penghasilan rakyat. Komitmen Pemerintah RI   Presiden RI, pada 17 November 2009 telah menerbitkan Keputusan Presiden No 33 Tahun 2009 tentang Hari Batik Nasional yang jatuh pada tanggal 2 Oktober mulai tahun 2009, hal ini sejatinya sebagai penanda awal usaha meningkatkan citra positif dan martabat bangsa Indonesia di forum internasional, serta untuk menumbuhkan kebanggaan dan kecintaan masyarakat terhadap kebudayaan Indonesia, khususnya batik. Komitmen pemerintah Indonesia untuk terus mengembangkan ekonomi batik juga telah ditindaklanjuti dengan business plan yang konkrit, sebagai pedoman rencana aksi dan tahapan implementasinya, ditandai dengan terbitnya Cetak Biru Pelestarian dan Pengembangan Batik pada tanggal 28/9/2012. Cetak biru dimaksud merupakan upaya sungguh-sungguh pemerintah dan sejumlah stakeholders (pemangku kepentingan) dalam meningkatkan daya saing produk batik agar dapat menguasai pasar dalam negeri maupun luar negeri. Cetak biru ini diharapkan dapat menjadi landasan dalam menyusun kebijakan jangka pendek, menengah, dan panjang dengan arahan, sasaran, dan target kinerja yang jelas mengenai pembangunan ekonomi kreatif berbasis kerakyatan. Sebagai bagian dari rencana aksi, dalam jangka pendek akan dilaksanakan sejumlah program quick wins antara lain memperbaiki sistem standarisasi batik, membuat kebijakan labeling batik, menyusun strategi komunikasi batik sebagai warisan budaya dan penggerak ekonomi, melakukan pemetaan ragam hias batik keraton, dan inventarisasi buku batik. Peluang pengembangan ekonomi batik Indonesia semakin mendapatkan momentum pasca penetapan batik oleh UNESCO pada tahun 2009 lalu sebagai “Intangible Cultural Heritages” (kekayaan tak benda). Pengakuan ini setidaknya menjadikan brand awareness batik semakin tinggi di mata internasional. Pengakuan UNESCO tersebut juga merupakan bentuk pengakuan yang strategis terhadap eksistensi batik dan nilai pentingnya bagi peradaban dan perkembangan kebudayaan di Indonesia, sekaligus menjadi kekuatan dahsyat bagi industri batik Indonesia untuk melakukan penetrasi pasar internasional, dengan semakin tingginya animo masyarakat internasional terhadap batik. Pengembangan Ekonomi Batik dan Tantangannya Pengembangan ekonomi batik, utamanya dalam meningkatkan daya saing produk dapat dilakukan dengan pendekatan strategi mengoptimalkan potensi yang dimiliki dengan mengeliminir berbagai kendala yang dihadapi, melalui pendekatan business ecosystem dari industri  batik. Secara sederhana ekosistem bisnis industri batik dapat ditelaah melalui pendekatan aktor-aktor yang terlibat didalamnya, dengan menggunakan konsep dasar berikut:   Gambar 1: Business Ecosystem Actors Referensi: James F. Moore, death of competition, John Wiley & Sons, USA, 1996 Pengembangan kemitraan antara UKM industri batik, rumahan yang merupakan ciri khas mayoritas pengrajin batik di wilayah Indonesia, dengan industri batik skala besar perlu terus ditingkatkan, yang dibangun dalam kerangka saling menguntungkan (core constributors fatnerships). Hal ini sangat diperlukan dalam pemberdayaan industri batik rumahan dan juga upaya untuk menjembatani penetrasi pasar sebagaimana kelemahan mayoritas industri batik rumahan dalam memasarkan produknya. Dengan kata lain melalui peningkatan kemitraan core constributors industri batik rumahan akan dapat mengoptimalkan pemanfaatan beragam distributions channels seperti Mall, Show Room dan Pameran baik dalam maupun luar negeri, sebaik apapun produk yang dihasilkan, strategi pemasaran tetap menjadi kata kunci dalam memenangkan persaingan. Disisi lain kerja keras tampaknya perlu terus diupayakan ditingkatkan untuk mengatasi pemenuhan bahan baku industri batik rumahan dan jaminan ketersediaannya dengan harga terjangkau, ketersediaan peralatan membatik tampaknya masih menjadi hal yang perlu diprioritaskan penanganannya. Mengingat dari 19 sentra batik di Indonesia, hanya ada enam usaha pembuat canting, 31 usaha pembuat cap  batik dan 10 usaha pembuat campuran malam Padahal, total usaha batik yang tersebar di Pulau Jawa berjumlah 15.293 unit (Kompas, Oktober 2011). Jaminan pemenuhan kebutuhan bahan baku batik oleh direct suppliers sangat diperlukan, mengingat kebutuhan bahan baku batik seperti canting, malam, pewarna alami bagi pemenuhan kebutuhan industri batik rumahan akan terus meningkat tidak hanya di Jawa, namun akan menyebar ke luar Jawa. Hal ini terjadi sebagai dampak dari semakin menggeliatnya pengembangan batik-batik lokal diberbagai wilayah di luar Jawa, mengikuti trend dan prospek pengembangan batik, pasca gencarnya upaya yang dilakukan pemerintah RI dalam menjadikan batik sebagai penggerak ekonomi kerakyatan. Tantangan berikut yang dihadapi dalam pengembangan industri batik adalah regenerasi Sumber Daya Manusia (SDM), generasi pembatik umumnya sudah berusia relatif lanjut, sehingga perlu upaya khusus untuk menggugah minat kalangan muda untuk terjun ke usaha batik. Dari sisi teknologi, para pengusaha industri batik umumnya belum melakukan perbaikan sistem dan teknik produksi agar lebih produktif dan mutunya bisa sama untuk setiap lembar kain batik. Itu belum termasuk pemakaian zat warna alam yang masih belum mendapat hasil stabil satu sama lain. Dilihat dari sisi ketersediaan bahan baku sutera, jumlahnya masih kurang dari permintaan pasar. Selain itu, serat dan benang sutera umumnya masih impor. Dari sisi pemasaran, adalah tantangan dari negara pesaing yang semakin meluas antara lain, membanjirnya batik impor China yang menguasai 30% pangsa pasar domestik. Terkait masalah Hak Kekayaan Intelektual (HKI), ditengarai bahwa motif-motif batik tradisional, belakangan ini banyak ditiru oleh para perajin dari negara-negara lain. Kondisi tersebut menuntut adanya peningkatan perlindungan HKI terhadap produk batik Indonesia. Untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut di atas, sudah selayaknya pemerintah pusat dan daerah (Government agencies dan other regulatory agencies) sebagai lingkaran terluar dalam business ecosystem industri batik, dapat terus meningkatkan kepedulian terhadap upaya mencapai misi besar Pemerintah RI, dalam menjadikan batik sebagai leverage ekonomi kerakyatan. Pemerintah daerah perlu terus menjalin kerjasama dengan pemangku kepentingan lainnya dalam mendorong tumbuhkembangnya industri batik di daerah masing-masinng, dengan terus menggali motif-motif lokal, lebih mengintensifkan penggunaan batik lokal sebagai alternatif pakaian dalam acara-acara resmi dan non resmi, serta mengembangkan beragam festival secara dirutinkan di berbagai daerahnya masing-masing , sebagaimana yang dilakukan pemda Solo melalui Solo Batik Carnival, Jember melalui Fashion Festival dan Yogya melalui Batik Festival. Penetrasi pasar internasional perlu terus ditingkatkan melalui optimalisasi peran para diplomat di berbagai KBRI, khususnya pada negara-negara potensial buyer melalui marketing intellejen, sebagaimana yang dilakukan para diplomat Thailand dalam memasarkan produk hortikulturanya, saat ini beragam produk hortikultura, khususnya buah-buahan dimana Thailand dapat merajai pasar internasional, mediasi melalui forum bisnis dan partisipasi mengikuti pameran-pameran di negara-negara potensial buyer juga perlu ditingkatkan frekuensinya dan terus mendapatkan prioritas. Melalui strategi pengembangan industri batik lebih lanjut dari hulu sampai hilir, dengan pendekatan yang komprehensif dan holistik, diharapkan dapat menjamin berbagai subsistem, bersinergi menciptakan nilai tambah ekonomi batik bagi masyarakat. Hal ini menjadi prasyarat yang harus terus ditingkatkan sehingga berbagai tantangan dalam mengatasi permasalahan pemenuhan bahan baku, peralatan, pelatihan SDM, teknik dan proses, pengelolaan limbah, pengembangan produk dan desain, perlindungan HKI, akses ke permodalan, distribusi, sampai dengan pemasaran ke dalam dan luar negeri, akan dapat di atasi. Dengan adanya kesungguhan dan kerja keras setiap komponen subsistem dalam sistem pengembangan industri batik (core business, extended enterprise dan business ecosystem) dalam membangun dan mewujudkan shared vision, kita optimis pengembangan ekonomi kreatif batik sebagai leverage ekonomi kerakyatan akan dapat segera terwujud. Semoga. *) Asisten Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan BATIK DAN INDUSTRI KREATIF INDONESIA Yuwono B Pratiknyo Ko.Program Desain dan Manajemen Produk UBAYA Kepala Laboratorium Desain Produk UBAYA Hari ini 2 Oktober merupakan hari batik nasional. Batik sebagai budaya asli Indonesia sudah mendapatkan pengakuan tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain di belahan dunia ini. Ada satu hal yang mengusik pikiran kita , sudahkah batik yang sudah diakui dunia menjadi budaya Indonesia ini menjadi tuan rumah di negri sendiri, sudahkah batik ini menjadi bagian dari mode dan trend kehidupan masyarakat Indonesia yang memang cenderung konsumtif dan mudah dipengaruhi oleh budaya asing ini? Kalau kita menjawab pertanyaan diatas, rasanya kita belum menjadikan batik menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Seandainyapun batik kita pakai biasanya karena regulasi/peraturan yang mewajibkan pada hari-hari tertentu “memaksa” kita memakai batik, tanpa ada rasa memiliki batik sebagai budaya Indonesia. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah batik sendiri sudah mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi pengusaha batik dan pelaku distribusi dan bisnis dari batik? Dengan memproklamasikan batik sebagai budaya Indonesia, seharusnya batik sudah mampu menghidupi masyarakat dan pelaku bisnis ini. Namun pada kenyataanya batik belum secara signifikan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Serbuan tekstil dan pakaian dari luar begitu hebatnya sehingga masyarakat enggan memakai batik yang pada kenyataanya tidak mampu terbeli oleh masyarakat di Indonesia sendiri. Kita ambil contoh riel, Batik khas Madura misalnya, Batik asli memiliki harga 10 – 20 kali harga dari baju-baju import yang masuk ke Indonesia. Untuk masyarakat menengah kebawah akan berpikir beberapa kali untuk menjadikan batik sebagai baju sehari-hari. Jadi bagaimana kita mampu menjadikan batik menjadi tuan rumah di negeri sendiri kalau batik tidak mampu terbeli oleh bangsa sendiri. Ketika masyarakat tidak mampu membeli maka dampak secara langsung akan terasa bagi pengrajin dan alur distribusi perdagangan batik itu sendiri. Dengan mengandalkan wisatawan yang menjadikan batik sebagai sovenir saja rasanya tidak cukup untuk menutupi biaya produksi, transportasi, sewa stand dan pengeluaran lainnya. Peran Pemerintah dan Institusi Pendidikan sangat diperlukan dalam menyelesaikan problematika ini, bagaimana membuat suatu regulasi yang mampu mengangkat harkat dan martabat pelaku usaha batik, bagaimana membuat atau menciptakan produk-produk batik tidak saja hanya dipakai sebagai bahan sandang, tetapi bagaimana menjadikan batik menjadi bahan dasar produk-produk kreatif lainnya. Idustri Kreatif Batik Indonesia sebagai negara majemuk memiliki ragam budaya yang beraneka ragam mulai dari busana, rumah tinggal sampai pada permainan tradisionalnya. Batik sebagai industri kreatif memiliki beberapa corak dan kekhasan yang berbeda-beda, sebagai contoh batik khas Cirebon, batik khas Jogja, batik khas Bali dan lain sebagainya. Kekayaan motif yang beraneka ragam ini sebetulnya merupakan potensi besar yang layak dikembangkan. Produk Batik sebetulnya bisa dikembangkan tidak hanya produk yang berorirntasikan sebagai produk sandang saja, namun bisa dikembangkan menjadi produk-produk kreatif seperti education game, craft dan souvenir sampai ke interior desain. Namun pada kenyataannya, Orientasi dan keahlian pengrajin batik pada umumnya hanya berkutat pada media kain saja. Padahal sebetulnya motif batik bisa diaplikasikan ke media-media yang lain . Gap pada tingkat kreatifitas inilah yg layak mendapatkan pembinaan dan perhatian kita semua.     Pendidikan yang berkaitan dengan industri kreatif perlu kita kembangkan dan mendapatkan perhatian yang khusus dari pemerintah dan dunia pendidikan. Sebagai bangsa yang memiliki kekayaan seni dan budaya. Pendidikan dibidang Industri Kreatif layak dipertimbangkan. Potensi yang besar di bidang industri kreatif layak disandingkan dan disinergikan dengan keindahan bangsa Indonesia yang “gemah ripah loh jinawi” ini. Pendidikan industri kreatif, bisa dimulai dari level Sekolah menengah Kejuruan (SMK) dan dilanjutkan ke tingkat Diploma dan Sarjana Strata 1. Pendidikan industri kreatif perlu digarap untuk mengasah tenaga-tenaga muda yang handal dan kreatif sehingga produk-produk batik bisa dapat berkembang menjadi produk-produk kreatif lainnya. Download versi pdf: Batik-Dan-Industri-Kreatif-Indonesia.pdf Dorong industri kreatif, Banyuwangi gelar Festival Batik LENSAINDONESIA.COM: Perhelatan akbar Banyuwangi Batik Festival (BBF) bakal digelar 26-28 September 2013. Serangkaian kegiatan bertema batik, mulai dari pameran batik, parade fashion, lomba cipta desain batik, hingga lomba mewarnai batik akan meramaikan ajang tersebut. BBF merupakan bagian dari rangkaian acara Banyuwangi Festival yang berlangsung sepanjang September-Desember 2013. ”Festival batik adalah wahana untuk melestarikan warisan budaya sekaligus menumbuhkan geliat usaha. Bukan sekadar pajangan larik-larik kain. Event ini adalah pesta yang menemalikan hubungan antara batik, fashion, gaya hidup, sejarah nan kaya, kearifan lokal, dan gerak ekonomi. Melalui Banyuwangi Batik Festival, kami akan membawa para peminat batik, desainer, industri fesyen nasional, dan wisatawan untuk menyelami kekayaan batik di Bumi Blambangan,” ujar Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas kepada LICOM, Minggu (22/09/2013). Baca juga: Banyuwangi kembangkan desa wisata Osing dan Ribuan penari Gandrung Banyuwangi beraksi di Pantai Boom Batik khas Banyuwangi saat ini mencapai 22 motif, tergolong motif batik pesisiran yang banyak mengambil tema alam. Motif-motif tersebut antara lain Gajah Uling, Kangkung Setingkes, Paras Gempal, Alas Kobong, Kopi Pecah, Gedegan, Ukel, Moto Pitik, Sekar Jagad, Gringsing, Semanggian, Garuda, Cendrawasih, dan Latar Putih. “Setiap motif mempunyai filosofi dan cerita tersendiri, sehingga menjadikan batik sebagai busana yang kaya dengan unsur sejarah dan filosofi,” kata Anas. Dalam Banyuwangi Batik Festival (BBF) akan ada lomba desain batik di mana para peserta beradu kreasi menciptakan karya pengembangan desain batik khas Banyuwangi. Selain itu, ada lomba mewarnai batik yang akan diikuti lebih dari 3.000 peserta. Sebagai puncak acara akan digelar parade fashion yang merupakan lomba peragaan busana batik khas Banyuwangi pada 28 September pukul 19.00 WIB di Gedung Kesenian dan Budaya (Gesibu), Banyuwangi. Sedikitnya 100 peragawati akan berlenggak-lenggok di atas catwalk dengan mengenakan busana batik khas Banyuwangi. Anas mengatakan, festival batik ini digelar sebagai stimulus untuk menggairahkan industri kreatif, khususnya industri fashion di daerah. Sejumlah desainer, industri fashion, dan pemerhati batik nasional akan hadir pada BBF. Dengan demikian diharapkan tercipta kemitraan antara perajin batik di tingkat lokal dan industri di tingkat nasional. ”Kami menghubungkan perajin batik lokal dengan industri fashion nasional, sehingga event Banyuwangi Batik Festival ini akan menjadi penanda penting bagi masa depan industri batik di Banyuwangi,” ujar Anas. Anas menambahkan, fashion termasuk di dalamnya industri batik adalah bagian dari sektor industri kreatif yang tumbuh pesat dewasa ini. Industri kreatif sendiri terdiri atas 14 subsektor, yaitu periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, busana, video, film, dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan peranti lunak, televisi dan radio, serta riset dan pengembangannya. Pada 2012, industri kreatif secara nasional menyumbang menyumbang 7% atau Rp574 triliun terhadap Produk Domestik Bruto. Sektor ekonomi kreatif menyumbang 11,8 juta pekerja dengan jumlah usaha mencapai 5,4 juta unit usaha. Fashion menjadi subsektor dengan kontribusi tertinggi di antara subsektor industri kreatif lainnya dengan Rp 164 triliun terhadap PDB dan mempunyai penyerapan 3,8 juta tenaga kerja. Potensi industri kreatif di daerah, kata Anas, sangat besar, meski dalam beberapa sisi banyak yang belum dimanfaatkan secara maksimal dan masih kalah akses dari industri serupa di kota-kota besar seperti Jakarta. ”Kekuatan ide dan daya kreasi adalah modal utama industri kreatif. Dalam konteks ini, acara semacam festival batik diharapkan bisa merangsang ide baru terkait pengembangan batik Banyuwangi sekaligus menemukan model pemasaran yang lebih kreatif dengan menciptakan linkage antara perajin lokal dan industri fashion nasional,” jelas alumnus program singkat ilmu kepemerintahan di Harvard Kennedy School of Government, Amerika Serikat ini. Anas menambahkan, tiga kekuatan yang akan terus didorong dalam hal pengembangan industri kreatif, termasuk batik, di daerah adalah pada kemampuan melakukan branding (pengelolaan merek), packaging (pengemasan), dan product design (desain produk). Melalui Banyuwangi Batik Festival, merek batik asal Banyuwangi diperkenalkan dengan cara promosi unik dan kemasan yang bagus serta diiringi desain produk yang terus dikembangkan tanpa meninggalkan kekayaan kultur lokal. ”Melalui strategi branding, packaging, dan product design tersebut, kami dari daerah ingin menopang peningkatan kinerja industri kreatif di Tanah Air,” pungkas Anas.@liocm Industri Kreatif Batik Dikembangkan SEMARANG, suaramerdeka.com - Industri batik dituntut inovatif menghasilkan produk. Apalagi menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) 2015 mendatang, para perajin harus mengembangkan hasil karyanya agar bisa bersaing dengan negara ASEAN lainnya. "Industri batik harus berupaya meningkatkan kinerja. Baik dalam kualitas, produktivitas maupun kreativitas. Apalagi dengan adanya pasar bebas. Semua produk dari negara lain dengan bebasnya masuk ke sini," ungkap Pemilik Trasty Batik, Naneth Ekopriyono di outletnya Jalan Atmodirono, belum lama ini. Batik merupakan warisan budaya sehingga perlu dilestarikan dan dikembangkan. Industri ini semakin bergerak dan berubah-ubah mengikuti perkembangan mode. Jika tidak inovatif, kata dia, bisa ketinggalan dengan yang lainnya. Oleh sebab itu, perajin batik dituntut untuk menghasilkan produk yang berkualitas serta mampu berinovasi. Sebagai produsen tas dan sepatu batik ia berusaha memberikan variasi model sebanyak mungkin. "Kalau itu-itu saja pelanggan bisa bosan," katanya. Menurut dia, industri batik merupakan industri keatif. Diperlukan kreativitas yang tinggi dalam menghasilkan kerajinan batik. Sebagai industri kreatif, batik memiliki beberapa corak dan kekhasan yang berbeda-beda. Sebagai contoh batik khas Solo, batik khas Jogja, Pekalongan, Semarang dan masih banyak lagi. Kekayaan motif yang beraneka ragam ini sebetulnya merupakan potensi besar yang layak dikembangkan. Produk batik sebetulnya bisa dikembangkan tidak hanya sebagai produk sandang saja, namun bisa dikembangkan menjadi produk-produk kreatif seperti tas batik, sepatu batik, kalung batik, dompet dan lain-lain. Untuk memenuhi permintaan konsumen, imbuh dia, Trasty Batik berusaha menghasilkan beragam model. Caranya dengan menggandeng beberapa perajin. Ia sengaja bekerja sama dengan sejumlah perajin dari sejumlah daerah. "Kalau saya hanya mengandalkan satu perajin maka model yang dihasilkan relatif sama. Tapi jika menggandeng banyak perajin maka model yang dihasilkan bisa beragam," terang Naneth. Ning Crishna Perajin Batik Blekok Semarang mengatakan, industri kreatif tengah menjadi topik utama dunia industri seperti batik. Para perajin berlomba-lomba mengembangkan usahanya. Hampir setiap daerah memiliki batik dengan corak dan motifnya sendiri. Cakupan industri batik pun semakin meluas, seiring dengan inovasi dan ide kreatif para perajin di daerah masing-masing yang selalu menginginkan hasil terbaik dari produksi batiknya. ( Fista Novianti / CN31 / SMNetwork ) Mengembangkan Industri Kreatif Batik Pendidikan menengah kejuruan berbasis seni atau kerajinan berpotensi mengembangkan industri kreatif di daerah. SMKN 5 Mataram membuktikannya dengan menciptakan tren batik di Nusa Tenggara Barat, yang dikenal dengan nama batik Sasambo. Ester Lince Napitupulu Batik Sasambo menggali desain dari seni, budaya, tradisi, kuliner, hingga alam dari tiga suku di Nusa Tenggara Barat (NTB), yakni Sasak, Samawa (Sumbawa), dan Mbojo (Bima). Batik yang didesain dan diproduksi guru serta siswa SMKN 5 Mataram sejak tahun 2008 ini dikenal dengan nama batik Sasambo. Motif batik Sasambo yang pertama adalah kangkung, sayuran yang menjadi makanan khas NTB. Motif lain yang diminati adalah lumbung, rumah adat Lombok, bebele (tanaman Ginkgo biloba), dan biota laut. Keseriusan SMKN 5 Mataram memproduksi batik Sasambo tampak dari galeri di sekolah yang diresmikan Gubernur NTB pada April 2010. Galeri buka selama Senin-Sabtu dan tak pernah sepi pengunjung, baik penduduk lokal maupun wisatawan. Di ruang galeri berukuran 13 meter x 23 meter itu terpajang beragam motif, bentuk, dan ukuran kain batik Sasambo, baik batik tulis, cap, maupun printing. Harga batik Sasambo bervariasi, dari Rp 60.000 per meter untuk batik printing hingga Rp 300.000 per helai ukuran 2 meter x 1,15 meter untuk batik tulis. ”Dulu, pendidikan SMK seni dan kriya hanya berkutat di tataran akademik sehingga pamornya turun dibandingkan otomotif ataupun teknik informatika dan komunikasi,” kata Tri Budi Ananto, Kepala SMKN 5 Mataram. Sekolah lantas berupaya mengembangkan industri kreatif lewat batik Sasambo. Perkembangan bisnis dan produksi batik Sasambo SMKN 5 Mataram meningkat, termasuk pemesanannya. Batik itu jadi suvenir yang sering direkomendasikan kepada wisatawan. Para pejabat di NTB, mulai dari gubernur, wali kota, hingga pimpinan dinas, menghadiahi tamu mereka dengan batik Sasambo. Batik Sasambo SMKN 5 Mataram pernah dipakai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono, serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat kunjungan kerja ke wilayah NTB. Asyar Suharno, Wakil Kepala SMKN 5 Mataram Bidang Hubungan Industri dan Masyarakat, memaparkan, dukungan untuk mengembangkan batik Sasambo karya SMKN 5 Mataram datang dari Wali Kota Mataram. Ada surat edaran kepada semua dinas di Mataram agar pegawai menggunakan seragam batik Sasambo. Ajakan berpameran di tingkat kota, provinsi, hingga nasional menjadi ajang memamerkan batik Sasambo. Promosi lewat pameran dan dari mulut ke mulut membuat batik Sasambo makin dikenal luas. Salmah, Ketua Kompetensi Keahlian Kriya Tekstil SMKN 5 Mataram, menyebutkan, ada 300 motif yang diproduksi. Pengembangan desain menjadi tanggung jawab guru. Namun, para siswa dirangsang untuk mengembangkan motif batik yang menarik masyarakat. Wiwi Endang Sridwiyatmi, Wakil Kepala SMKN 5 Mataram Bidang Kurikulum, mengatakan, dalam mengembangkan produksi batik Sasambo, sekolah tidak melupakan pembelajaran bagi siswa. Sekolah melibatkan siswa untuk mengasah jiwa kewirausahaannya. Pendapatan dari bisnis batik Sasambo lebih dari Rp 200 juta per tahun digunakan untuk tambahan anggaran pendapatan dan belanja sekolah. Dengan suntikan dana itu, sekolah membantu 62 persen siswa tidak mampu. ”Dana rutin dari pemerintah daerah hanya sekitar Rp 95 juta per tahun. Biaya operasional sekolah, termasuk membeli bahan praktik, membayar guru honor, dan pengeluaran lain, lebih dari itu. Pendapatan dari batik Sasambo sangat membantu,” ujar Tri. Ajak alumni Peningkatan permintaan batik Sasambo membuat sekolah kewalahan. Sekolah tidak bisa hanya mengandalkan siswa. Sekolah mempekerjakan 26 alumnus yang dinilai memenuhi syarat. Mereka bekerja di bengkel tekstil enam hari per minggu. Jika Minggu diminta masuk, dihitung lembur. Para alumnus diperlakukan sebagai pekerja profesional dengan gaji dari ratusan ribu rupiah hingga Rp 2 juta per bulan. ”Dengan menggandeng alumni, kami tidak perlu lama melatih. Mereka memproduksi batik secara rutin supaya ada stok batik di galeri,” kata Salmah. Bagi alumni, lapangan kerja di sekolah membuat mereka lega. ”Senang, begitu lulus bisa kerja meski kerjanya di sekolah. Ini menambah pengalaman kerja. Saya berharap pesanan meningkat supaya kami bisa terus bekerja,” ujar Yuliana (19), alumnus tahun 2012. Selain mempekerjakan alumni, kadang-kadang sekolah menggandeng sejumlah perempuan di sekitar sekolah yang membutuhkan pekerjaan. Pengerjaan batik bisa dilakukan para ibu rumah tangga di rumah. Sekolah berencana meningkatkan fasilitas ruangan produksi agar dapat meningkatkan jumlah produksi. Selain itu, mereka juga akan mengembangkan pemasaran ke luar NTB. Kemampuan SMKN 5 Mataram menjadikan sekolah sebagai sentra batik Sasambo membuat sekolah ini digandeng banyak pihak untuk pelatihan batik. Para guru diminta melatih perajin dan anak-anak putus sekolah. Sebaliknya, untuk meningkatkan kemampuan, pemerintah setempat membiayai enam siswa mengikuti pelatihan tekstil batik di Yogyakarta. Kerajinan lain Di antara ratusan batik Sasambo siap pakai, pengunjung galeri bisa menikmati hasil kerajinan lain karya siswa. Sesuai dengan program keahlian di SMKN 5 Mataram, siswa mengembangkan kriya kulit, kayu, keramik, dan logam. Siswa program kriya kayu sering mendapat permintaan untuk membuat furnitur, plakat kayu dengan sentuhan motif tradisional, atau membuat akar kayu menjadi karya seni yang menarik, seperti meja atau benda seni lain. Kerajinan kayu cukil serta ornamen kulit kerang mutiara di furnitur kayu yang dikerjakan siswa juga diminati. Program keahlian kriya keramik mampu mengembangkan kreativitas siswa. Sekolah ini pernah digandeng perusahaan keramik yang memasok kebutuhan hotel-hotel di sekitar Lombok. Permintaan pelatihan keramik juga dilayani sekolah. Pemerintah daerah menggandeng sekolah untuk membantu perajin gerabah mengembangkan desain dan motif baru hingga mengenalkan teknologi pengolahan dan pembakaran keramik yang lebih efektif. Permintaan tenaga untuk mendesain dan membuat perhiasan juga cukup potensial karena ada pusat-pusat perhiasan mutiara, seperti di Sekarbela, Mataram, Lombok. Dalam hal kriya kulit, para siswa mampu mendesain beragam kerajinan, seperti sepatu, tas, ikat pinggang, dompet, dan barang-barang lain dari kulit. Sekolah memanfaatkan potensi kriya yang dipelajari di sekolah untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa industri kreatif layak dilirik. Dengan demikian, NTB yang memiliki potensi wisata mendapat dukungan sumber daya manusia dan kreativitas, yang siap meraih kemajuan dan kesejahteraan dari keunikan di daerah terkait.